top of page

GUGATAN YANG TAK DIDENGAR

  • Writer: Rio Tirtayasa
    Rio Tirtayasa
  • Jan 15, 2019
  • 2 min read

Malam terasa dingin selama tiga malam berturut-turut ditemani dengan suara-suara yang tak didengar dari tiga manusia yang menggugat. Itulah yang terjadi di Institut Français Indonesia dari tanggal 18 s.d. 20 Desember 2018 lalu. Monolog Suara-suara “yang Tak Terlahir”, “Maria”, “Desdemona”  yang diselenggarakan oleh Program Studi di Sastra Jerman UNPAD melakukan kolaborasi dengan Main Teater ini menyajikan 3 monolog dengan judul “Perjalanan ke Utrecht: Suara dari yang Tak Terlahir”, “Dimana kau kehilangan suaramu, Maria?-Doa Maria di Gurun Yehuda”, dan “Seandainya kau bicara, Desdemona-Seperempat jam terakhir di peraduan Othello, Sang Panglima”.


Monolog “yang Tak Terlahir” bercerita tentang sebuah janin yang keberadaannya tidak diinginkan oleh orang-orang. Tidak diinginkan bukan berarti janin ini merupakan “anak haram” melainkan memang keberadaannya tidak diinginkan oleh orang-orang Bahkan Ibunya sendiri. Hal tersebut terjadi karena sang Ibu tidak mau terikat oleh kehadiran seorang anak. Gugatan hadir karena sang janin merasa tidak dianggap. Tidak ditanya apakah dia harus hidup atau bahkan mati. Jika menyangkut dengan kondisi sosial dalam cerita tersebut menggambarkan bahwa orang lain banyak yang ingin memiliki anak tetapi, nasibnya berbeda dengan janin yang diinginkan orang lain.


Lalu monolog “Maria” menceritakan Bunda Maria yang merupakan manusia terpilih untuk mengandung anak Tuhan. Sebagaimana kita tahu dalam ajaran kristen, Maria adalah Ibu dari Yesus Kristus. Perasaan dilema begitu kentara dalam cerita ini. Sebagai manusia istimewa karena terpilih melahirkan anak tuhan, Maria begitu bersyukur. Namun disisi lain, dia begitu kecewa karena tidak bisa dekat dengan anaknya sendiri. Bahkan banyak pengorbanan yang harus dilakukannya diantaranya dia harus taat kepada anaknya sendiri.


Terakhir Monolog “Desdemona" merupakan sebuah kisah perempuan bernama Desdemona yang merupakan istri dari Othello, Jendral Pasukan Venesia dari Italia. Digambarkan bahwa Desdemona mengungkapkan perasaannya yang kecewa dan sedih ketika difitnah selingkuh. Pembelaannya tidak pernah oleh orang-orang termasuk suaminya sendiri. Bahkan Desdemona akhirnya dibunuh oleh Othello sendiri tanpa penyesalan berdasarkan rasa cinta terhadap suaminya.


Ketiga monolog tersebut memiliki keterkaitan satu-sama lain dimana gugatan-gugatan tidak didengar oleh siapapun bahkan orang terdekat. Sehingga ketika ketiga cerita ini menyandingkan dalam satu waktu, tidak banyak kesenjangan yang dirasakan oleh penonton. Hanya saja durasi yang sebentar membuat cerita agak sulit dipahami. Di sisi lain, penyajian artistik yang terkesan sederhana ternyata memiliki fungsi yang cukup menarik. Diantaranya tali-tali menggambarkan sosok janin yang terhubung dengan rahim ibunya, layar putih sebagai background untuk penggunaan proyektor. Sektor pencahayaan dan musik pun sangat mendukung suasana yang dihadirkan. Hanya saja penempatan penata musik diatas panggung sedikit mengganggu fokus pertunjukan.


Secara keseluruhan pertunjukan ini sangat baik dalam banyak sektor terutama aktris yang profesional. Penerjemah naskah pun yaitu Dian Ekawati merangkap sebagai produser sehingga rasanya dalam proses persiapan pun lebih dekat dengan sang penerjemah. Dari sektor musik didukung oleh Tesla Manaf, serta penata cahaya oleh Aji Sangiaji Sehingga, pertunjukan ini layak untuk ditonton.

Comentarios


bottom of page